Komisi IV Pertanyakan SK Menhut Usulan Perubahan Peruntukan Alih Fungsi Hutan

Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo foto : Kresno/mr.
Komisi IV DPR RI mempertanyakan adanya dua Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan yang berbeda, terkait usulan perubahan peruntukan dan alih fungsi kawasan hutan dalam RTRWP Sumatera Selatan yang masuk dalam kriteria berdampak penting dan cakupan luas serta bernilai strategis (DPCLS).
Pertama, Keputusan Menteri yang menerangkan bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan marga satwa, dan satu lagi keputusan menteri yang mengatakan bahwa kawasan tersebut masuk dalam APL (area penggunaan lain). Ini jelas berbeda. Kami ingin perubahan peruntukan dan alih fungsi kawasan hutan ini bermanfaat untuk masyarakat, walaupun tidak memungkiri ada perusahaan di dalamnya, jika memang sesuai aturan ya tidak masalah,” papar Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo saat memimpin RDP (rapat dengar pendapat) Komisi IV DPR dengan Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di ruang rapat Komisi IV DPR RI, Senayan Jakarta, Senin (12/2/2018).
Hal senada juga diungkapkan oleh Anggota Komisi IV DPR RI lainnya, Fauzi Amro, misalnya yang mengatakan bahwa dua surat keputusan Menteri Kehutanan yang berbeda itu juga menyangkut luas lahan yang masuk dalam usulan perubahan peruntukan dan alih fungsi kawasan hutan dalam RTRWP Sumatera Selatan yang masuk dalam kriteria berdampak penting dan cakupan luas serta bernilai strategis (DPCLS).
“Ada dua SK Menhut yakni SK Menhut No. 245 tahun 1991, dan SK Menhut No. 755 Tahun 1990. Dimana yang satu mengatakan 31 ribu hektar yang menjadi usulan perubahan peruntukan dan alih fungsi kawasan hutan dalam RTRWP Sumatera Selatan yang masuk DPCLS dan SK satunya lagi tercantum 71 ribu hektar. Selisih angka yang tidak sedikit, yakni lebih dari setengahnya. Di sini kami meminta kepada Kemenhut dan LK untuk menelusuri hal itu, agar jangan sampai ada tumpang tindih aturan jika kelak APL diberikan ke masyarakat,” ujar Fauzi.
Tidak hanya itu, politisi dari Fraksi Partai Hanura ini juga meminta Tim Penegakkan Hukum Kemen LHK untuk menelusuri informasi yang mengatakan adanya tiga perusahaan yang menyerobot masuk area kehutanan, dan yang masuk ke lahan hutan. Sehingga, jika pun kelak lahan tersebut jadi diberikan ke masyarakat harus ada aturan hukumnya yang jelas.
Oleh karena itulah, Komisi IV meminta kronologis dan penjelasan dari Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Mengingat kasus seperti ini tidak hanya terjadi di Sumatera Selatan saja, namun juga di beberapa daerah lainnya di Indonesia. (ayu/sc)